Senin, 26 Januari 2009

Diktat PAI Smt 6

BAB I

AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG IPTEK

QS. Yunus 101

Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa'at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".

QS. Al Baqoroh 164

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan.

BAB II

IMAN KEPADA QODHO DAN QODAR

Fungsi Iman kepada Qodho dan qodar

Qodho artinya ketetapan Allah sejak zaman azali sesuai kehendak-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk. Sedangkan qadar ialah perwujudan ketetapan (qodho) Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan bentuk tertentu sesuai dengan kehendaknya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Furqon : 2

Artinya :

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya .

Qodho dan qodar mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan setiap muslim yang beriman. Oleh karena itu, beriman kepada qodho dan qodar Allah hukumnya wajib. Diantara fungsi iman kepada qodho dan qodar adalah sbb :

1. Melatih diri untuk senantiasa bersyukur dan bersabar

2. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa

3. Memupuk sikap optimis dan giat bekerja

4. Menenangkan njiwa

5. Sumber motivasi untuk meraih kemajuan

Hubungan antara qodho dan qodar dengan Ikhtiar dan Tawakal

Iman kepada qodho dan qodar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Nasib seseorang telah ditentukan oleh Allah Sw sejak masih dalam kandungan.

Janganlah engkau menjadikan takdir sebagai alas an untuk malas, apalagi dipersalahkan. Misalnya kita mendapat nilai buruk, kamu mengatakan “ ah, itukan sudah takdirku”. Pada zaman khalifah Umar bin Khatab pernah terjadi suatu kasus pencurian tertangkap dan dihadapkan kepada khalifah umar. Kemudian pencuri itu ditanya; Mengapa kamu mencuri ? Ia menjawab, memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi seorang pencuri.

Mendengar jawaban demikian khalifah umar marah, lalu berkata. Pukul saja orang ini 30x dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya. Orang yang hadir di tempat itu bertanya, mengapa hukumannya diberatkan seperti itu? Khalifah umar menjawab. Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangan karena mencuri, dan wajib dipukul dengan cemeti karena berani berdusta atas nama Allah Swt.

Bertawakal kepada Allah Swt memang dianjurkan, namun tawakal itu hendaknya dilakukan setelah berikhtiar, harus berdoa untuk keberhasilan suatu keinginan. Setelah ikhtiar dan doa baru bertawakal kepada Allah swt. Sebab hanya Allah-lah tempat seorang mukmin berserah diri (bertawakkal) Sebagaimana Firman Allah dalam QS. At-Taubah : 51

Artinya :

Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."

Tawakkal yang benar-benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari akan menimbulkan sikap sabar dalam diri seseorang yang beriman. Dia menyadari sepenuhnya apapun yang diterimanya merupakan ketentuan yang diberikan Allah kepadanya. Jika berupa nikmat, maka segera bersyukur, tetapi jika berupa ujian, segera diterimanya dengan sabar.

BAB III

MENGHINDARI PERILAKU TERCELA

( Isyrof, Tabzir, Ghibah )

A. ISYROF

1. Pengertian

Isyrof adalah berlebih-lebihan dalam menggunakan sesuatu di luar batas yang diperlukan. Perilaku isyrof dilarang oleh ajaran islam, sebab selain sikap tersebut sangat tidak terpuji, juga dapat mendatangkan madarat, baik bagi pelaku maupun bagi orang lain.

Termasuk isyrof yaitu membeli sesuatu yang kurang bermanfaat atau tidak bias digunakan dalam kebajikan, melainkan hanya pamer belaka.

2. Isyrof dalam keseharian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan perbuatan-perbuatan yang termasuk isyrof, diantaranya :

- Berbelanja diluar batas

- Berbelanja yang kurang bermanfaat

- Memakan sesuatu sampai terlalu kenyang

3. Cara Menghindari

- Berlaku hemat dalam menggunakan harta

- Menabung untuk masa depan

- Bersedekah atau menunaikan zakat

- Memberikan bantuan dan pertolongan

- Mempererat tali persaudaraan dan meringankan beban saudara

- Mengadakan kegiatan amal sholeh

B. TABZIR

1. Pengertian

Tabzir merupakan sikap tercela, yaitu perbuatan memubadzirkan harta atau makanan. Sikap ini bertolak belakang dengan sikap pemurah dan dermawan, karena tabzir mengeluarkan harta tanpa kebajikan, sedangkan derma mengeluarkan harta secara bermanfaat.

2. Macam-macam tabzir

Banyak corak dan ragam tabzir yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah :

- Membuang makanan yang masih baik

- Membiarkan harta benda tidak dimanfaatkan sampai tidak berfungsi secara sendiri

- Membeli harta yang tidak bermanfaat bagi dirinya maupun bagi orang lain

C. GHIBAH

1. Pengertian

Ghibah yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang membicarakan aib dan kekurangan orang lain, tanpa diketahui oleh orang yang digunjing tersebut walaupun memang keadaannya seperti yang dibicarakannya.

Menggunjing atau ghibah selain merupakan perbuatan keji yang dapat merugikan orang lain, juga merupakan perbuatan yang dilarang oleh ajaran Islam.

2. Ghibah dalam kehidupan

Bentuk-bentuk ghibah dapat terlihat dalam beberapa contoh di bawah ini

- Membicarakan aib orang lain

- Menjelekan orang lain

- Menyebutkan kesalahan orang lain

- Mencela orang lain

- Menyulut permusuhan dengan orang lain

- dll

3. Cara Menghindari

- Menyelenggarakan kegiatan social agar terhindar dari permusuhan

- Memupuk kerjasama atas dasar kebajikan dan takwa

- Memelihara hubungan persaudaraan, persatuan dan kesatuan

- Mengembangkan sikap musyawarah dalam memecahkan masalah

- Memaafkan kesalahan orang lain

D. FITNAH

1. Pengertian

Dalam pengertian keseharian fitnah adalah menyebarkan berita bohong tentang seseorang, karena ada maksud tidak baik.

Dalam pengertian lain fitnah adalah ujian.

Fitnah merupakan sikap tercela yang sangat merugikan orang lain, fitnah merupakan perbuatan yang sangat kejam dan dapat mencemarkan nama baik seseorang. Oleh karena itu dampak dari fitnah sangatlah besar sekali.

Sebagai muslim kita wajib menjauhkan diri dari perbuatan fitnah tersebut.

2. Cara Menghindari

- Berusaha untuk berbaik sangka kepada orang lain

- Selalu ingat bahwa fitnah itu termasuk dosa

- Memaafkan orang lain

BAB IV

HUKUM WARIS

AYAT-AYAT WARIS

ALLAH SWT berfirman

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (an-Nisa': 11)

"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (an-Nisa': 12)

"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (an-Nisa': 176)

Syarat Waris

Syarat-syarat waris juga ada tiga:

Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).

Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.

Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.

Syarat Pertama: Meninggalnya pewaris

Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris --baik secara hakiki ataupun secara hukum-- -ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaannya. Sebagai contoh, orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah meninggal.

Hal ini harus diketahui secara pasti, karena bagaimanapun keadaannya, manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, kecuali setelah ia meninggal.

Syarat Kedua: Masih hidupnya para ahli waris

Maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syariat benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi.

Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golongan yang berhak saling mewarisi meninggal dalam satu peristiwa --atau dalam keadaan yang berlainan tetapi tidak diketahui mana yang lebih dahulu meninggal-- maka di antara mereka tidak dapat saling mewarisi harta yang mereka miliki ketika masih hidup. Hal seperti ini oleh kalangan fuqaha digambarkan seperti orang yang sama-sama meninggal dalam suatu kecelakaan kendaraan, tertimpa puing, atau tenggelam. Para fuqaha menyatakan, mereka adalah golongan orang yang tidak dapat saling mewarisi.

Syarat Ketiga: Diketahuinya posisi para ahli waris

Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat, dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris. Sebab, dalam hukum waris perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. Misalnya, kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi harus dinyatakan apakah ia sebagai saudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu. Mereka masing-masing mempunyai hukum bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai ahlul furudh, ada yang karena 'ashabah, ada yang terhalang hingga tidak mendapatkan warisan (mahjub), serta ada yang tidak terhalang.

G. Penggugur Hak Waris

Penggugur hak waris seseorang maksudnya kondisi yang menyebabkan hak waris seseorang menjadi gugur, dalam hal ini ada tiga:

1. Budak

Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak). Alhasil, semua jenis budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik.

2. Pembunuhan

Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. "

Dari pemahaman hadits Nabi tersebut lahirlah ungkapan yang sangat masyhur di kalangan fuqaha yang sekaligus dijadikan sebagai kaidah: "Siapa yang menyegerakan agar mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia tidak mendapatkan bagiannya."

Ada perbedaan di kalangan fuqaha tentang penentuan jenis pembunuhan. Misalnya, mazhab Hanafi menentukan bahwa pembunuhan yang dapat menggugurkan hak waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib membayar kafarat.

Sedangkan mazhab Maliki berpendapat, hanya pembunuhan yang disengaja atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan hak waris. Mazhab Hambali berpendapat bahwa pembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang mengharuskan pelakunya diqishash, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itu tidak tergolong sebagai penggugur hak waris.

Sedangkan menurut mazhab Syafi'i, pembunuhan dengan segala cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris, sekalipun hanya memberikan kesaksian palsu dalam pelaksanaan hukuman rajam, atau bahkan hanya membenarkan kesaksian para saksi lain dalam pelaksanaan qishash atau hukuman mati pada umumnya. Menurut saya, pendapat mazhab Hambali yang paling adil. Wallahu a'lam.

3. Perbedaan Agama

Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:

"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim)

H. Ahli Waris dari Golongan Laki-laki

Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki, (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki), (3) bapak, (4) kakek (dari pihak bapak), (5) saudara kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu, (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11) paman (saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) laki-laki yang memerdekakan budak.

Catatan

Bagi cucu laki-laki yang disebut sebagai ahli waris di dalamnya tercakup cicit (anak dari cucu) dan seterusnya, yang penting laki-laki dan dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula yang dimaksud dengan kakek, dan seterusnya.

I. Ahli Waris dari Golongan Wanita

Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh: (1) anak perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), (4) nenek (ibu dari ibu), (5) nenek (ibu dari bapak), (6) saudara kandung perempuan, (7) saudara perempuan seayah, (8) saudara perempuan seibu, (9) istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak.

Catatan

Cucu perempuan yang dimaksud di atas mencakup pula cicit dan seterusnya, yang penting perempuan dari keturunan anak laki-laki. Demikian pula yang dimaksud dengan nenek --baik ibu dari ibu maupun ibu dari bapak-- dan seterusnya.

WARIS DALAM PANDANGAN ISLAM

SYARIAT Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil.

Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.

Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah SWT. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.

PEMBAGIAN WARIS MENURUT AL-QUR'AN

JUMLAH bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.

A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:

1. Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah:

"... dan bagi kalian (para suami) mendapat separo dari harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)

2. Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, dengan dua syarat:

Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).

Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.

3. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo, dengan tiga syarat:

Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).

Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).

Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.

Dalilnya sama saja dengan dalil bagian anak perempuan (sama dengan nomor 2). Sebab cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki sama kedudukannya dengan anak kandung perempuan bila anak kandung perempuan tidak ada. Maka firman-Nya "yushikumullahu fi auladikum", mencakup anak dan anak laki-laki dari keturunan anak, dan hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama.

4. Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan, dengan tiga syarat:

Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.

Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).

Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.

Dalilnya adalah firman Allah berikut:

"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaituj: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya ...'" (an-Nisa': 176)

5. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat:

Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.

Apabila ia hanya seorang diri.

Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.

Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.

Dalilnya sama dengan Butir 4 (an-Nisa': 176), dan hal ini telah menjadi kesepakatan ulama.

B. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat

Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:

1. Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:

"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya É" (an-Nisa': 12)

2. Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:

"... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)

Ada satu hal yang patut diketahui oleh kita --khususnya para penuntut ilmu-- tentang bagian istri. Yang dimaksud dengan "istri mendapat seperempat" adalah bagi seluruh istri yang dinikahi seorang suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta peninggalan suami mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah di atas, yaitu dengan digunakannya kata lahunna (dalam bentuk jamak) yang bermakna 'mereka perempuan'. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan.

C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan

Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

"... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu ..." (an-Nisa': 12)

D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga

Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:

Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.

Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.

Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.

Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.

Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut:

1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris. Dalilnya firman Allah berikut:

"... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ..." (an-Nisa': 11)

Ada satu hal penting yang mesti kita ketahui agar tidak tersesat dalam memahami hukum yang ada dalam Kitabullah. Makna "fauqa itsnataini" bukanlah 'anak perempuan lebih dari dua', melainkan 'dua anak perempuan atau lebih', hal ini merupakan kesepakatan para ulama. Mereka bersandar pada hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadap pengaduan istri Sa'ad bin ar-Rabi' r.a. --sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelum ini.

Hadits tersebut sangat jelas dan tegas menunjukkan bahwa makna ayat itsnataini adalah 'dua anak perempuan atau lebih'. Jadi, orang yang berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah "anak perempuan lebih dari dua" jelas tidak benar dan menyalahi ijma' para ulama. Wallahu a'lam.

2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengan persyaratan sebagai berikut:

Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.

Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.

Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.

3. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut:

Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.

Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah.

Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah:

"... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)

4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut:

Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.

Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.

Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).

Persyaratan yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuan seayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir sama dengan persyaratan dua saudara kandung perempuan, hanya di sini (saudara seayah) ditambah dengan keharusan adanya saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). Dan dalilnya sama, yaitu ijma' para ulama bahwa ayat "... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176) mencakup saudara kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. Sedangkan saudara perempuan seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut. Wallahu a'lam.

E. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga

Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.

Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:

BAB V

PERKEMBANGAN ISLAM DUNIA

Setelah umat Islam menyadari kelemahannya dan ketertinggalannya dari bangsa-bangsa Barat di Eropa, umat Islam mulai bangkit dan berupaya mengejar ketertinggalannya. Oleh karena itu, pada abad ke-19 Masehi, merupakan abad kebangkitan umat Islam dalam berbagai bidang kehiduoan, terutama dalam bidang pemikiran dan ilmu pengetahuan.

Gerakan pembaharuan dalam dunia Islam diilhami oleh cita-cita luhur para tokoh pembaharu Islam untjuk berusaha kembali pada kemajuan umat islam.

Pemikiran dunia Islam yang berkembang pada masa itu, antara lain membangkitkan kebebasan Islam dimasa lampau dan memurnikan ajaran Islam pada sumbernya yang asli, membersihkan tauhid dari syirik, takhyul, khurapat, bid’ah dll.

Gagasan itu dimunculkan oleh seorang ulama Islam dari Arab Saudi, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab (1784-1821), seorang ulama yang mula-mula menghembuskan pemikiran Islam tentang perlunya pembaharuan dalam ajaran dan pemahaman Islam.

Ide pembaharuan Islam tidak hanya dibidang politik Islam. Sehingga melahirkan ide-ide pembaharuan dibidang politik yang dimulai dengan mengkritisi system politik Islam pada waktu itu telah menyimpang dari ajaran Islam. Seperti dalam masalah khalifah, yang sesungguhnya menjadi milik umat Islam, telah berubah menjadi milik suatu golongan atau suku tertentu saja.

MANFAAT YANG DAPAT DIAMBIL DARI PERKEMBANGAN ISLAM DUNIA

Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dan diteladani dari sejarah perkembangan pemikiran di dunia islam tersebut, antara lain sebagai berikut :

1. Memiliki semangat juang yang tinggi

Hidup ini hakikatnya perjuangan dan perjuangan memerlukan pengorbanan. Orang yang rela berkorban untuk menegakkan kebenaran dan keadilan adalah Pahlawan, apalagi jika perjuangannya itu dilandasi dengan keikhlasan, keimanan dan kerelaan hainya demi tegaknya kebenaran dan keadilan.

2. Tekun dan giat bekerja

Para ulama pembaharu adalah pigur-pigur yang tekun dan giat bekerja. Mereka bekerja memperjuangkan umat Islam tanpa mengenal lelah, dan pantang menyerah. Membangun dan memajukan dunia Islam yang sedang terpuruk, bukan merupakan pekerjaan yang mudah dan ringan. Tetapi mereka tetap menghadapinya dengan selalu tekun dan giat bekerja.

3. Berani membela kebenaran dan keadilan

Penjajahan dan penindasan adalah perampasan hak asasi suatu bangsa maka hal itu termasuk kepada perbuatan zalim yang harus dibasmi dimuka bumi ini. Begitulah tekad mereka sehingga mereka berani menghadapi resiko apapun untuk menghapuskan penjajahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar